Medan, Imam Suyudi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara didampingi Kepala Divisi Administasi, Kepala Divisi Pemasyarakatan, Kepala Bagian Program dan Humas beserta perwakilan staf menyaksikan kegiatan Sosialisasi Mekanisme Pelaksanaan Survei Penilaian Integritas Tahun 2023 di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Kegiatan sosialisasi diikuti dari ruang Saharjo lantai I kantor wilayah.
Survei Penilaian Integritas (SPI) merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dengan tujuan untuk memetakan risiko korupsi, menilai pengelolaan anggaran dan mengukur efektifitas pencegahan korupsi yang dilakukan masing-masing K/L/PD. Dengan tujuan SPI untuk memetakan risiko dan praktik korupsi di seluruh lembaga publik meliputi Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah di Indonesia untuk menjadi cerminan kondisi integritas di Indonesia.
Reformasi birokrasi yang telah memasuki fase akhir dari rangkaian periode reformasi birokrasi 2010-2024, sesuai Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi menyebutkan bahwa terdapat 3 fase pelaksanaan mulai tahun 2010-2014, 2015-2019, dan 2020-2024. Pada fase akhir ini road map reformasi birokrasi membahas tentang bagaimana pemerintah ingin mewujudkan pemerintah berkelas dunia, sasaran reformasi birokrasi diarahkan pada tiga kondisi yaitu birokrasi yang bersih dan akuntabel, birokrasi yang kapabel, dan pelayanan publik yang prima.
Berdasarkan arahan Ketua KPK progres penghargaan KPK Tahun 2023 bukan hanya fokus pada nilai/indeks survey tapi kepada K/L/P yang progres tindaklanjutnya paling baik. Hasil SPI Nasional Tahun 2022 sebesar 71,94.
“Indeks SPI Kementerian Hukum dan HAM tahun 2022 sebesar 78,48. Fokus prioritas beberapa upaya pencegahan korupsi secara umum, pelaksanaan tugas di Kementerian Hukum dan HAM memiliki risiko korupsi yang tinggi, setidaknya dalam satu komponen pelaksanaan tugas, seperti penyalahgunaan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, adanya konflik kepentingan yang dipengaruhi oleh suku, agama, hubungan kekerabatan, almamater, dan sejenisnya, juga adanya atasan yang memberi perintah tidak sesuai aturan, risiko gratifikasi/suap, termasuk pegawai yang melanggar aturan.” kata Yayah Mariani Sekretaris Inspektorat Jenderal (Rabu,17/5/23)
Risiko penyalahgunaan pengelolaan anggaran diyakini masih berada pada tingkat yang tinggi, setidaknya dalam satu aspek pengelolaan anggaran. Risiko ini dapat terjadi pada penggunaan anggaran perjalanan dinas, penerimaan honor/uang transport lokal/perjadin tidak sesuai dengan SPJ yang ditandatangani, dan penyalahgunaan anggaran kantor oleh pejabat.
Risiko penyalahgunaan pengelolaan pengadaan barang/jasa berada pada tingkat yang tinggi, setidaknya dalam satu aspek PBJ. Risiko ini terjadi dalam berbagai bentuk, seperti pengaturan tender untuk memenangkan vendor tertentu, adanya kedekatan pejabat dengan pemenang PBJ, adanya kemahalan harga atau tidak sesuai kualitas dengan harga, adanya risiko gratifikasi/suap dari vendor pemenang tender, maupun hasil PBJ yang tidak bermanfaat.
Risiko tidak adanya objektivitas pengelolaan SDM saat promosi/mutasi diyakini masih terjadi dengan skala sedang (kisaran rata-rata nasional). Risiko ini bisa muncul karena konflik kepentingan yang dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan, kedekatan dengan pejabat, dan kesamaan almamater/golongan/organisasi.
Dalam kesempatannya Yayah menyampaikan harapannya. “Saya berharap kegiatan sosialisasi ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi Kementerian Hukum dan HAM dalam memetakan risiko korupsi dan untuk kemajuan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan.” ungkapnya
Melakukan beberapa upaya pencegahan korupsi dengan fokus prioritas Menegakkan sanksi/hukuman terkait pelanggaran perdagangan pengaruh berdasarkan kode etik dan / atau regulasi internal lainnya secara adil dan konsisten, Internalisasi larangan perdagangan pengaruh terhadap seluruh pegawai / pimpinan di instansi disertai contoh dari pimpinan.
Yayah meminta seluruh jajaran untuk melaksanakan Survey dengan penuh tanggungjawab, memberikan data responden yang memang pengguna layanan, dan memerintahkan pegawainya jajaran unit kerja yang mendapatkan sampling pelaksana survey agar mengisi data no hp, email dengan sebenar-benarnya, menindaklanjuti rekomendasi hasil survey yang mempunyai peningkatan risiko, indentifikasi dan mitigasi kembali dengan membuat rencana aksi yang tepat agar tidak menjadi temuan BPK berulang / yang mempunyai potensi adanya kerugian negara.(Humas/FM)