Eka N.A.M. Sihombing*
Pembentukan peraturan daerah (perda) merupakan wujud kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah menjadi salah satu alat dalam melakukan transformasi sosial dan demokrasi sebagai perwujudan masyarakat daerah yang mampu menjawab perubahan yang cepat dan tantangan pada era otonomi dan globalisasi saat ini serta terciptanya good local governance sebagai bagian dari pembangunan yang berkesinambungan di daerah (Siti Masitah, 427:2014). Atas dasar itu pembentukan peraturan daerah harus dilakukan secara taat asas. Agar pembentukan perda lebih terarah dan terkoordinasi, secara formal telah ditetapkan serangkaian proses yang harus dilalui yang meliputi proses perencanaan, proses penyusunan, proses pembahasan, proses penetapan dan pengundangan. Salah satu yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh organ pembentuk perda adalah proses perencanaan, pada proses ini sangat membutuhkan kajian mendalam, apakah suatu pemecahan permasalahan di daerah harus diatur dengan perda atau cukup dengan bentuk produk hukum daerah lainnya. Dalam proses perencanaan ini pula dapat diketahui bagaimana landasan keberlakuan suatu perda baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis yang biasanya dituangkan dalam suatu penjelasan atau keterangan atau Naskah akademik, yang untuk selanjutnya dimuat dalam Program Legislasi Daerah/ Program Pembentukan Peraturan Daerah (lihat ketentuan Pasal 403 UU Nomor 23 Tahun 2014). Walaupun tahapan maupun mekanisme penyusunan program pembentukan peraturan daerah telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun berdasarkan pengalaman penulis dalam praktiknya, timbul berbagai permasalahan, diantaranya:
a. penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah belum didasarkan pada skala prioritas;
b. program pembentukan peraturan daerah hanya berisi daftar judul rancangan peraturan daerah tanpa didasarkan atas kajian mendalam yang dituangkan baik dalam keterangan, penjelasan maupun naskah akademik rancangan peraturan daerah;
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka lebih lanjut akan diuraikan problematika dalam penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah.
Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah sebagai Instrumen Perencanaan dan Urgensi Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah.
Tahapan perencanaan merupakan kunci awal menuju keberhasilan pencapaian tujuan yang diinginkan. Menurut Solly Lubis Perencanaan adalah bagian dari subsistem dari sistem pengelolaan (manajemen), kekhususan sifat perencanaan ialah dominannya fungsi perencanaan untuk keberhasilan keseluruhan manajemen. Menurut pandangan politis strategis, jika keseluruhan manajemen mempunyai nilai strategis, sendirinya perencanaan sebagai bagiannya tentunya juga mempunyai sifat dan makna strategis (Solly Lubis, 67:2011). Sebaliknya, jika perencanaan sebagai langkah awal manajemen bernilai strategis, besar harapan bahwa keseluruhan manajemen akan bernilai strategis (Ibid) Perencanaan pada dasarnya merupakan cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat, terarah dan efisien sesuai dengan sumber daya yang tersedia (Ibid).
Dalam pembentukan Peraturan perundang-undangan telah ditetapkan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh organ pembentuk peraturan perundang-undangan agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan memenuhi aspek formal, pengabaian terhadap tahapan-tahapan yang telah ditetapkan dapat mengakibatkan suatu peraturan perundang-undangan cacat secara formil. Tahapan Perencanaan merupakan tahapan awal dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Dalam konteks pembentukan Peraturan Daerah, ketentuan Pasal 239 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Perencanaan penyusunan Perda dilakukan dalam program pembentukan Perda. Program Pembentukan Peraturan Daerah/Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis (Yusdianto, 2012). Hal tersebut secara jelas menegaskan bahwa mekanisme pembentukan peraturan daerah dimulai dari tahap perencanaan, yang dilakukan secara koordinatif dan didukung oleh cara atau metode yang pasti, baku dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan (BPHN, 1:2014).
Hal tersebut menegaskan pula bahwa Program Pembentukan Perda (sic)/Prolegda tidak saja sebagai wadah politik hukum di daerah, atau potret rencana pembangunan materi hukum (perda-perda jenis apa saja) yang akan dibuat dalam satu tahun ke depan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta untuk menampung kondisi khusus daerah, tetapi juga merupakan instrumen yang mencakup mekanisme perencanaan hukum agar selalu konsisten dengan tujuan, cita hukum yang mendasari, dan sesuai dengan arah pembangunan daerah (Ibid). Selain itu, Program Pembentukan Perda (sic)/Prolegda juga sangat penting tidak hanya menjadi acuan bagi Pemda dan DPRD untuk menyusun produk hukum daerah dalam melaksanakan pembangunan daerah namun juga penting bagi masyarakat untuk menatap wajah daerahnya dalam kurun waktu tertentu (Otong Rosadi, 2015). Dewasa ini tahu akan masa depannya (predictable) adalah kebutuhan bagi masyarakat modern (Ibid). Karena itu, maka sebuah prolegda mempunyai arti yang sangat penting bagi pembentukan produk hukum daerah khususnya dan bagi pembangunan daerah umumnya(Ibid).
Menurut Mahendra (2006), terdapat beberapa alasan mengapa Prolegda diperlukan dalam perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan daerah, yaitu:
a. untuk memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan peraturan daerah;
b. untuk menentukan skala prioritas penyusunan rancangan Perda untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama DPRD dan Pemerintah Daerah dalam pembentukan Perda;
c. untuk menyelenggarakan sinergi antara lembaga yang berwenang membentuk peraturan daerah;
d. untuk mempercepat proses pembentukan Perda dengan menfokuskan kegiatan menyusun Raperda menurut sekala prioritas yang ditetapkan;
e. menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Perda.
Dari uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa penyusunan program peraturan daerah merupakan tahapan yang tidak dapat diabaikan. Kelemahan dalam aspek perencanaan merupakan salah satu faktor kegagalan kedayagunaan dan kedayaberlakuan suatu peraturan daerah.
Mekanisme penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah
Mekanisme Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah secara rinci dapat dilihat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah. Dalam beberapa ketentuan diatas disebutkan bahwa Program Pembentukan Peraturan Daerah dapat disusun dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan DPRD.
Dalam ketentuan Pasal 10 Permendagri Nomor 1 Tahun 2014 menentukan bahwa penyusunan peraturan daerah melalui prolegda di lingkungan pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
(1) Kepala daerah memerintahkan pimpinan SKPD menyusun Prolegda di lingkungan pemerintah daerah.
(2) Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Perda.
(3) Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Selanjutnya dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ditentukan penyusunan prolegda di lingkungan pemerintah daerah dikoordinasikan oleh biro hukum provinsi atau bagian hukum kabupaten /kota, yang dapat mengikutsertakan instansi vertikal, apabila sesuai dengan kewenangan, materi muatan, atau kebutuhan dalam pengaturan, dan selanjutnya oleh biro hukum pada provinsi atau bagian hukum pada kabupaten/kota, hasil tersebut disampaikan kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah, untuk diteruskan kepada badan legislasi daerah atau badan pembentukan peraturan daerah melalui pimpinan DPRD.
Demikian juga dengan penyusunan pembentukan peraturan daerah di lingkungan DPRD diatur dalam Pasal 13 yang menyebutkan:
(1) Balegda menyusun Prolegda di lingkungan DPRD.
(2) Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Perda.
(3) Penyusunan dan penetapan Prolegda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Perda tentang APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota.
Dalam Pasal 14 disebutkan prolegda antara pemerintah daerah dan DPRD dikoordinasikan oleh DPRD melalui Balegda, dan hasil penyusunan tersebut disepakati menjadi prolegda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD untuk ditetapkan dengan keputusan DPRD. Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah menurut Pasal 239 ayat (7) dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar program pembentukan peraturan daerah karena alasan:
a. mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
b. menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu Rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan peraturan daerah dan unit yang menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah
d. akibat pembatalan oleh Menteri untuk Perda Provinsi dan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk Perda Kabupaten/Kota, dan
e. perintah dari ketentuan peraturan perundan-undangan yang lebih tinggi setelah program pembentukan Perda ditetapkan.
Problematika penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah
Meskipun tahapan dan mekanisme penyusunan program pembentukan perda telah diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan, namun dalam prakteknya masih saja ditemukan berbagai permasalahan sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Berdasarkan ketentuan Pasal 33 jo. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa Prolegda (baca : Program Pembentukan Perda) memuat program pembentukan peraturan daerah provinsi, kabupaten/kota dengan judul rancangan peraturan daerah provinsi, kabupaten/kota, materi yang akan diatur dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya. materi yang akan diatur dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya mengenai konsepsi rancangan peraturan daerah provinsi, kabupaten/kota, yang meliputi: a. Latar belakang dan tujuan penyusunan; b. Sasaran yang ingin diwujudkan; c. Pokok pikiran, lingkup atau objek yang akan diatur;dan d. Jangkauan dan arah pengaturan. Materi yang diatur dimaksud yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam naskah akademik. Lebih lanjut ketentuan Pasal 56 ayat (2) jo. Pasal 63 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disebutkan bahwa rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD dan Kepala Daerah disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.
Rumusan tersebut menunjukkan bahwa sudah seharusnya ketika penyusunan program pembentukan perda dilaksanakan, hasil pengkajian dan penyelarasan dalam bentuk keterangan atau penjelasan dan/atau naskah akademik rancangan perda telah ada terlebih dahulu. Hasil pengkajian dan penyelarasan ini sangat diperlukan untuk mengetahui logika akademik sejauhmana urgensi suatu permasalahan diatur dalam bentuk perda sehingga ditetapkan menjadi skala prioritas dalam program pembentukan perda, selain itu dalam matriks pengisian program pembentukan perda sebagaimana dimaksud dalam lampiran I Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 terdapat satu kolom yang berisi apakah suatu rancangan perda disertai Naskah akademik atau disertai dengan keterangan atau penjelasan. Namun, berdasarkan hasil kegiatan inventarisasi, klassifikasi dan penetapan Peraturan Daerah yang dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ditemukan bahwa program pembentukan peraturan daerah hanya berisi daftar judul rancangan peraturan daerah tanpa didasarkan atas kajian mendalam yang dituangkan baik dalam keterangan, penjelasan maupun naskah akademik rancangan peraturan daerah. Penyusunan penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik sebelum penetapan Program pembentukan peraturan daerah sulit untuk diimplementasikan di daerah, dikarenakan pembiayaan pembentukan peraturan daerah baru dianggarkan setelah program pembentukan peraturan daerah ditetapkan, padahal proses pembentukan peraturan daerah dimulai dari tahapan perencanaan yang didahului dengan penyusunan penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik dan penetapan program pembentukan peraturan daerah. Sehingga setelah program pembentukan perda ditetapkan barulah dimulai pembuatan penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik ranperda, dan bahkan terkadang penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik dibuat setelah penyusunan draft ranperda, yang akhirnya penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik menyesuaikan draft ranperda bukan sebaliknya.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dipertimbangkan untuk melakukan perubahan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan program pembentukan Perda agar mengharuskan keberadaan penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik pada saat penyusunan program pembentukan perda, sehingga dapat dilihat urgensi dan seberapa prioritas suatu permasalahan diatur dalam suatu perda. Selain itu untuk memudahkan proses pembentukan peraturan daerah sudah sepatutnya penganggaran pembentukan peraturan daerah, terlebih dahulu dialokasikan anggaran untuk pembuatan naskah akademik, dengan demikian pada proses penyusunan program pembentukan peraturan daerah di tahun mendatang tidak mengalami hambatan yang berarti. Adapun parameter untuk prioritas pembuatan penjelasan atau keterangan dan/ atau naskah akademik dapat dipedomani sebagai berikut:
a. perintah peraturan perundang-undangan lebih tinggi;
b. rencana pembangunan daerah;
c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
d. aspirasi masyarakat daerah.,
*Penulis adalah Kasubbid DIH/Perancang Madya Pada Kanwil Kemekumham Sumatera Utara