- Rudy Hendra Pakpahan, SH, M.Hum -
....sesungguhnya hari ini dibangun oleh masa lalu
dan masa depan dibangun oleh hari ini....
Jas Merah
Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jas Merah) adalah sebuah amanat terakhir dari Bung Karno yang disampaikan dalam forum tertinggi penjelmaan kedaulatan rakyat Indonesia melalui Sidang Istimewa MPRS Tahun 1966. Adapun tujuan amanat itu sangat mulia yaitu agar bangsa Indonesia mengenali jati dirinya, dengan tidak melupakan dan belajar dari sejarah perjalanan bangsa. Jika dilihat dari kondisi kekinian yang menimpa bangsa ini, dimana terjadi krisis multi dimensi yang berkembang menuju disintegrasi fisik, material, maupun mental ideologis spiritual sepertinya kita harus kembali kepada jati diri kita sebagai bangsa yaitu Sumpah Pemuda yang pernah dikumandangkan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertepatan dengan Kongres Pemuda Indonesia yang ke-2 di Jakarta. Waktu itu, para pemuda mendeklarasikan tentang keberadaan Satu Tanah Air dengan Satu Bangsa yang mempunyai Satu Bahasa yaitu Indonesia sebagai penemuan kembali identitas bangsa Indonesia dan akumulasi persamaan rasa penderitaan pada masa kolonialisme Belanda dahulu. Sejarah mencatat, Nusantara ini dahulunya pernah jaya dengan dua kerajaan besarnya yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit yang membentuk persekutuan hidup sosial dengan mempersatukan seluruh penduduk nusantara dalam sebuah negara tersirat melalui semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Kerajaan Sriwijaya bertahan selama enam abad, dilanjutkan oleh Kerajaan Majapahit selama tiga abad dan kemudian digantikan oleh kolonialisme Belanda selama tiga setengah abad lamanya. Bangsa yang selama tiga setengah abad sirna dari panggung sejarah kembali mendeklarasikan keberadaannya dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada saat itu.
Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia, pemuda adalah pejuang, pejuang kemerdekaan, pejuang gerilya, pejuang kemerdekaan bersenjata, pelopor bangsa, avantgarde perjuangan bangsa dan perintis kemerdekaan. Trade Mark pemuda ini dikenal melalui Kartini, Tjipto, Suwardi, Douwes Dekker Setiabudhi, Tjokroaminoto, Tan Malaka, Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, M. Yamin, Sudirman, Mongonsidi, dan masih banyak lagi. Melalui Sumpah Pemuda-lah kita mengetahui bahwa tanah air Indonesia adalah segenap wilayah Hindia Belanda, lahirnya nama Bangsa Indonesia yang saat itu merupakan nama kolektif dari pergaulan hidup sosial yang sudah seribu tahun ada sebagai suatu kenyataan sosial politik di nusantara serta bahasa Indonesia sebagai Lingua Franca yang sudah digunakan dalam pergaulan hidup sosial sejak ribuan tahun dan menjadi alat pemersatu antar suku bangsa. Sumpah Pemuda juga merupakan salah satu syarat bagi Bangsa Indonesia menjadi satu bangsa modern, kokoh dan kuat yang tertuang melalui : Pertama, adanya suatu keinginan sungguh-sungguh untuk menjadi satu dan tetap selalu bersama; Kedua, satu keinginan bersama untuk memelihara tegaknya warisan sejarah, mengukir kesinambungan sejarah melalui karya bersama yang diwariskan dari generasi ke generasi; Ketiga, persamaan perwatakan yang tertempa melalui persamaan hal-ihwal yang mereka alami dalam sejarah; Keempat, memiliki homeland Satu Tanah Air Indonesia yang jelas batas-batasnya; dan Kelima, mempunyai dasar dan tujuan perjuangan yang jelas sebagaimana disepakati para pendiri bangsa. (Djon Pakan Lalanlangi, 2012)
Para pendiri bangsa (the founding fathers) sangat memegang teguh Sumpah Pemuda, dimana tanah air Indonesia adalah seluruh tanah air yang pada Tahun 1928 dikenal dengan nama Hindia Belanda, tidak boleh dikurangi sejengkal tanah air maupun ditambahi sejengkal tanah air. Mereka tetap setia pada Sumpah Pemuda dan terus menerus memperkokoh dasar hukum kenegaraan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanah air Indonesia meliputi seluruh wilayah kekuasaan yang sebelum Indonesia merdeka dikenal dengan nama Hindia Belanda. Dalam sejarah, bangsa Indonesia berasal dari berbagai ras, bangsa, dan benua. Letak Indonesia berada di persilangan rute perdagangan antar bangsa sepanjang sejarah. Menurut Ernest Renan, syarat utama yang harus ada demi terbentuknya suatu bangsa adalah Le desir d'etre ensemble yaitu adanya suatu keinginan sungguh-sungguh untuk menjadi satu dan selalu bersama-sama karena persamaan sejarah, khususnya sejarah penderitaan. Dalam sudut geopolitik, Soekarno memperjelas dengan mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki hubungan dan keterikatan dengan bumi dan tanah tempatnya berpijak yang menetap turun temurun selama ribuan tahun yang dulu dikenal dengan istilah Nusantara.
Sumpah Pemuda merupakan bentuk optimisme kaum muda dan intelektual, menandai keberanian kaum muda untuk optimis melihat masa depan pada saat itu sehingga mendorong mereka untuk menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan mengumandangkan lagu 'Indonesia Raya' pertama kali, bahkan disaat republik ini belum berdiri. Optimisme itu telah memberikan semangat bangsa secara kolektif untuk bangkit dan berjuang melawan kolonial, membakar semangat rakyat tanpa dibatasi perbedaan untuk aktif mempertahankan kemerdekaan. Optimisme itu pula yang mendorong terjadinya perubahan beberapa pemerintahan dari Orde Lama, Orde Baru hingga Orde Reformasi yang dimana harapan rakyat adalah untuk menjadi lebih baik lagi. Sumpah Pemuda adalah jati diri bangsa kita sesungguhnya yang sepertinya sudah mulai buram dimakan waktu dengan hanya mengenangnya melalui perayaan seremonial belaka setiap tahunnya tanpa mengimplementasikan makna dan perjuangan para pemuda untuk merebut kemerdekaan sebagai nilai-nilai yang hidup dalam mengisi kemerdekaan.
Harapan
Dalam era Reformasi ini, pemuda dituntut memainkan perannya sebagai kekuatan moral, kontrol sosial dan menjadi agen pengubah (agent of change) dalam segala aspek pembangunan nasional. Pemuda juga diharapkan untuk bertanggungjawab menjaga Pancasila, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Rendahnya kontribusi dan kiprah pemuda dalam pembangunan pada masa sekarang telah menimbulkan kecemasan dan keresahan pada bangsa ini, pemuda terjebak dalam pragmatisme sehingga menumpulkan idealismenya. Padahal semangat Sumpah Pemuda bukan semangat yang statis melainkan semangat yang dinamis dan dialektis yang akan terus diuji oleh kompleksitas dan tantangan zaman. Oleh karena itu, reinterpretasi dan reaktualisasi semangat Sumpah Pemuda pada masa kini adalah sebuah keniscayaan. Semoga semangat Sumpah Pemuda tetap hidup dan hadir dalam realitas kekinian.......!!!!
(Rudy Hendra Pakpahan, SH, M.Hum/Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan, Perancang Muda Pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara)