- Rudy Hendra Pakpahan, SH, M.Hum -
Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumut
Diundangkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Permendagri No. 1/2014) sebenarnya diharapkan mampu menutupi berbagai kelemahan yang ada pada Permendagri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Produk Hukum Daerah. Namun dalam beberapa pasal dalam Permendagri No. 1/2014 tidak konsisten menyebutkan regulasi apa yang digunakan dalam pembatalan Peraturan Daerah (Perda) (Antara Pasal 80, Pasal 85 dan Pasal 86 bertentangan dengan Pasal 95 ayat (1)) serta Permendagri ini juga tidak harmonis (mengabaikan prinsip harmonisasi) dengan Pasal 145 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam Bab VII tentang Evaluasi dan Klarifikasi Perda, pada Pasal 80 disebutkan bahwa : (1) Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Perda Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud; (2) Gubernur menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi; dan (3) Apabila gubernur tidak menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tetap menetapkan menjadi Perda dan/atau peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan Perda dan peraturan gubernur dengan Peraturan Menteri.
Kemudian dalam Pasal 85 pada Bab VII tentang Evaluasi dan Klarifikasi Perda, Permendagri No. 1 Tahun 2014 disebutkan bahwa : (1) Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Rancangan Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) kepada bupati/walikota paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud; (2) Bupati/walikota menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi; dan (3) Apabila bupati/walikota tidak menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tetap menetapkan menjadi Perda atau peraturan bupati/walikota, gubernur membatalkan Perda dan/atau peraturan bupati/walikota dengan peraturan gubernur. Ketidakkonsistenan pembentuk Permendagri ini terlihat dari perbedaan regulasi yang dipakai dalam hal pembatalan Perda. Kedua Pasal di atas jelas sangat bertentangan dengan Pasal 95 ayat (1), yang berbunyi : (1) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) dan ayat (3) terhadap sebagian atau seluruh materi Perda kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
Jika dilihat dalam Pasal 145 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU No. 32/2004) terdapat perbedaan yang mendasar terkait dengan regulasi pembatalan Perda dimaksud dimana disebutkan bahwa : (2) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah; (3) Keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 145 UU No. 32/2004menyatakan Perda disampaikan kepada Pemerintah paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan. Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh Pemerintah. Keputusan pembatalan Perda ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya Perda. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan Perda dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud. Sementara itu, dalam Permendagri No. 1/2014 disebutkan bahwa Menteri Dalam Negeri/Gubernur menyampaikan hasil evaluasi Ranperda Provinsi/Ranperda Kab/Kota paling lambat 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya Ranperda melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri/Keputusan Gubernur. Kemudian Gubernur/Bupati/Walikota memiliki waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk menindaklanjuti hasil evaluasi dan jika tidak ditindaklanjuti serta tetap menetapkan Ranperda dimaksud menjadi Perda, Menteri Dalam Negeri/Gubernur membatalkan Perda dimaksud dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri/Peraturan Gubernur.
Selanjutnya, dalam bab yang sama mengenai hal klarifikasi hasil evaluasi pada Pasal 86 Permendagri No. 1/2014 disebutkan bahwa : (1) Gubernur menyampaikan Perda tentang pajak daerah, Perda tentang retribusi daerah, Perda tata ruang daerah, Perda tentang APBD, Perda tentang Perubahan APBD dan Perda tentang Pertanggungjawaban APBD paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diundangkan kepada Menteri Dalam Negeri; (2) Klarifikasi terhadap Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim evaluasi; (3) Hasil klarifikasi Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila tidak sesuai dengan hasil evaluasi maka Perda dimaksud dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Jika kita bandingkan dengan Bab VIII tentang Pengawasan dan Pembatalan Peraturan Daerah Tentang Pajak dan Retribusi pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terlihat juga ketidakharmonisan tersebut terkait dengan adanya perbedaan regulasi yang akan membatalkan Perda setelah melalui tahapan klarifikasi, dimana dalam undang-undang ini disebutkan bahwa : (1) Peraturan Daerah yang telah ditetapkan oleh gubernur/bupati/walikota disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan; (2) Dalam hal Peraturan Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Keuangan merekomendasikan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri; (3) Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (4) Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden; (5) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Selanjutnya, pada Pasal 7 Bab III tentang Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12/2011), disebutkan bahwa : (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti; d. Undang-Undang; e. Peraturan Pemerintah; f. Peraturan Presiden; g. Peraturan Daerah Provinsi; dan h. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kemudian, pada Pasal 8 Bab III tentang Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan dalam UU No. 12/2011, disebutkan juga bahwa : (1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat; (2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Pada Pasal 7 UU No. 12/2011 jelas diurutkan mengenai hierarki peraturan perundang-undangan dan terlihat bahwa Peraturan Menteri dan Peraturan Gubernur bukan merupakan peraturan perundang-undangan yang ada dalam hierarki sehingga kekuatan hukum dari Peraturan Menteri dan Peraturan Gubernur jelas berbeda dengan Peraturan Daerah. Sehingga menurut penulis, ketentuan yang terdapat pada Pasal 80 ayat (3), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 86 ayat (3) dalam Permendagri No. 1 /2014 yang mengatur mengenai pemberian kewenangan pembatalan Peraturan Daerah kepada Menteri dan Gubernur adalah keliru dan bertentangan dengan Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 12/2011.
Simpulan
Penyebutan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan pada Pasal 7 UU No. 12/2011 mengandung arti bahwa peraturan perundang-undangan yang disebutkan terlebih dahulu memiliki derajat atau tingkatan yang lebih tinggi daripada peraturan perundang-undangan yang disebutkan kemudian apalagi dengan peraturan perundang-undangan yang tidak disebutkan dalam hierarki namun diakui sebagai jenis peraturan perundang-undangan juga, misalnya Peraturan Menteri dan Peraturan Gubernur. Konsekuensinya, peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi. Apabila norma hukum yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah bertentangan dengan norma hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi, maka peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah, dapat dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Konotasinya, norma hukum mempunyai kekuatan berlaku apabila penetapannya didasarkan atas norma yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian, tertib hukum itu mangandung pembagian susunan hierarkis dari norma-norma hukum, dan norma-norma hukum dalam pengertian tertib hukum itu merupakan kesatuan keseluruhan, serta mempunyai susunan bertingkat atau berjenjang.
(Rudy Hendra Pakpahan, SH, M.Hum/Pejabat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan, Perancang Muda Pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara)