Medan (13/02) Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bekerjasama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara menggelar Konsultasi Publik terkait Revisi UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bertempat di Hotel Santika Dyandra Medan. Turut hadir dari Lapas/Rutan, Ombudsman, DPRD Medan, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Pengadilan Tinggi Medan, Pengadilan Negeri Medan, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Negeri Medan, Kepolisian Daerah Sumatera Utara beserta Kepolisian Resort Kota Medan, Pengadilan Agama Negeri Medan, Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara, Bagian Hukum Kota Medan, LBH Medan, Disnaker Medan, PWI Sumatera Utara, Fakultas Hukum USU, Perguruan Tinggi Swasta, BAKUMSU, WALHI, Pusaka Indonesia, PBHI-SU, IKADIN, BNP Sumatera Utara, Kontras, Kiss FM, dan pers (Mimbar Umum, Analisa, Waspada, Sindo, dan Batak Pos).
Kegiatan ini dibuka oleh Ketua LPSK setelah kata sambutan Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara, Drs. I Wayan Sukerta,BcIP.SH.MH dan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Anggota LPSK melalui topik "Review dan Kendala Implementasi Pelaksanaan UU No.13/2006" dan Dosen Fakultas Hukum USU Edi Yunara melalui topik "Manfaat dan Peluang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana". Kegiatan ini juga disertai dengan pemberian plakat kerjasama oleh Ketua LPSK kepada perwakilan dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara, Advokat dan Akademisi USU.
Konsultasi Publik terkait Revisi UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang digelar LPSK dengan mengangkat tema "Kemana arah Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban" dan slogan "Perubahan Menuju Optimalisasi Penanganan dan Pemenuhan Hak-Hak Saksi dan Korban Dalam Kejahatan Serius".
Dalam pembahasan disampaikan sejak diundangkannya UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang bertujuan memberikan perlindungan kepada saksi dan korban pada semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan, perlindungan dimaksudkan sebagai segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban bila didasarkan pada pengalaman implementasi saat ini dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan kerap ditemukan kendala dalam pelaksanaannya, misalnya soal perlindungan terhadap whistleblower/pelapor dan saksi pelaku yang mau bekerjasama (justice collabolator) yang saat ini pengaturannya masih minim dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, kemudian ditambah dengan rumusan kelembagaan dan kewenangan yang dinilai masih minim serta berbagai regulasi sektoral yang berkonsekuensi pada adanya tumpang tindih pengaturan dan kewenangan sehingga berpotensi menghambat perlindungan saksi dan pemenuhan hak-hak korban.
Melalui konsultasi publik ini diharapkan revisi UU No.13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban yang bersifat urgensi ini membawa perubahan terhadap optimalisasi penguatan substansi UU Perlindungan Saksi dan Korban yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat zaman sekarang baik di internal maupun eksternal kaitannya dengan perumusan, penguatan kelembagaan, kewenangan dalam kelembagaan, restitusi, kompensasi, whistleblower, justice collabolator dan sinkronisasi serta harmonisasi peraturan perundang-undangan. LPSK sebagai komponen penegak hukum yang berperan untuk memberi dan memfasilitasi sebagaimana diatur dalam UU No.13 tahun 2006 sehingga mampu meningkatkan kinerjanya di pusat dan di daerah (perwakilan di daerah) serta mendapat dukungan dari komponen masyarakat umumnya dan penegak hukum khususnya. (Humas)