Kabar Kantor Wilayah

Indeks Berita Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI

KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM PROSES SELEKSI DAN PENGANGKATAN CALON HAKIM PENGADILAN TINGKAT PERTAMA

Penulis
Hisar P. Butar Butar, SH
(Perancang Peraturan Perundang-undangan
Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara)

Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa "Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan". Dan menurut Jimly Asshiddiqie, kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstrayudisial, kecuali dalam hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selain itu, kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada intinya terletak pada independensi hakim dalam memutus perkara dan untuk menjamin terwujudnya independensi hakim, memerlukan kelembagaan yang independen pula, agar dapat menjamin para hakim dalam menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya.
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan "Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945".

Seleksi Pengangkatan Hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama
Dalam proses selanjutnya, ditemukan dalam ketentuan Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yang menyebutkan bahwa "Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial", dan "Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial". Juga terdapat dalam Pasal 13A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa "Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial" dan "Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial". Selain itu, pengaturan yang sama juga ditemukan dalam Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menegaskan bahwa "Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan tata usaha negara dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial" dan "Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial".

Ketentuan-ketentuan inilah yang digugat oleh beberapa Hakim Agung yang mempertanyakan keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan Hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha dan menyatakan bahwa keterlibatan Komisi Yudisial dalam Proses seleksi pengangkatan Hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha adalah inkonstitusional.
Menurut beberapa Hakim Agung, keberadaan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan Hakim pada pengadilan Tingkat Pertama menghalangi hak konstitusional mereka sebagai pemohon dalam:
1. Mengusulkan promosi/mutasi hakim yang baik dan berprestasi;
2. Menjaga dan mempertahankan prinsip keadilan yang bebas dan mandiri;
3. Membina dan meningkatkan kemampuan hakim untuk dapat menjalankan tugas dan kewajiban memeriksa, mengadili dan memutus perkara secara baik serta menjaga kemerdekaan dan independensi peradilan untuk kepentingan seluruh warga negara pencari keadilan.
Selain itu, bahwa dengan berlakunya ketentuan-ketentuan tersebut, telah menimbulkan ketergantungan Mahkamah Agung pada Komisi Yudisial dalam hal seleksi pengangkatan Hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara. Ketergantungan ini mengakibatkan tidak terlaksananya seleksi pengangkatan hakim pada ketiga badan perdilan tersebut karena pada akhirnya yang menentukan proses seleksi pengangkaan hakim adalah Komisi Yudisial.

Seleksi Pengangkatan Hakim Pasca Putusan MK
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Komisi Yudisial bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai supportingelement atau stateauxiliary organ, membantu atau mendukung pelaku kekuasaan kehakiman.
Mengutip keterangan dari Yusril Ihza Mahendra yang mengatakan bahwa memang benar adanya, selama proses pembahasan amandemen tahap kedua UUD 1945 terdapat beberapa anggota MPR antara lain: Harjono, Jacob Tobing dan Hamdan Zoelva yang membahas kemungkinan KY untuk menyeleksi calon hakim tingkat pertama dan banding, namun usulan-usulan mereka itu tidak disepakati baik oleh Panitia Ad Hoc I maupun oleh sidang paripurna MPR. Apa yang disepakati adalah kewenangan KY hanyalah proses seleksi Hakim Agung saja, tidak hakim-hakim lain.
Selain itu, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya menyatakan bahwa msekipun dalam Pasal 24 UUD 1945 tidak menyebutkan secara tersurat mengenai kewenangan Mahkamah Agung dalam proses seleksi dan pengangkatan calon hakim dari lingkungan peradilan umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara, akan tetapi dalam ayat (2) dari pasal 24 telah secara tegas menyatakan ketiga undang-undang yang diajukan berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung. Lagipula apabila dihubungkan dalam sistem peradilan satu atap, menurut Mahkamah Konstitusi, seleksi dan pengangkatan calon hakim pengadilan tingkat pertama menjadi kewenangan Mahkamah Agung.
Sehingga Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan dari beberapa Hakim Agung tersebut dan menyatakan bahwa ketentuan Pasal 14A ayat (2) dan (3) Undang-Undang tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan (3) undang-undang tentang Peradilan Agama dan Pasal 14A ayat (2) dan (3) undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara sepanjang kata "bersama" dan frasa "bersama Komisi Yudisial" adalah bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945.
Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015 ini, kewenangan untuk melaksanakan seleksi dan pengangkatan Hakim pada pengadilan tingkat pertama menjadi milik Mahkamah Agung. Tetapi, penting menjadi catatan kita bersama dengan beralihnya kewenangan proses seleksi hakim dari Mahkamah Agung bersama Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung sendiri, mudah-mudahan calon-calon hakim pada pengadilan tingkat pertama hasil seleksi dari Mahkamah Agung nantinya dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat pencari keadilan.

logo besar kuning
 
KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
PROVINSI SUMATERA UTARA
PikPng.com school icon png 2780725   Jl. Putri Hijau No. 4, Kesawan, Medan Barat, Kota Medan, Sumatera Utara 20112
PikPng.com phone icon png 604605   081260894926
PikPng.com email png 581646   Email Kehumasan
    kanwilsumut@kemenkumham.go.id
PikPng.com email png 581646   Email Pengaduan
    humas.kanwilsumut@gmail.com

 

facebook kemenkumham   twitter kemenkumham   instagram kemenkumham   Youtube kemenkumham
logo besar kuning
 
KANWIL KEMENKUMHAM
PROVINSI SUMATERA UTARA


         

  Jl. Putri Hijau No. 4, Kesawan, Medan Barat,
Kota Medan, Sumatera Utara 20112
  081260894926
  kanwilsumut@kemenkumham.go.id
  humas.kumhamsumut@gmail.com

Copyright © Pusat Data dan Teknologi Informasi
Kemenkumham RI