Medan – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara yang diwakili Kepala Divisi Pemasyarakatan Pujo Harinto memenuhi undangan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) guna mengikuti kegiatan Dialog Kepala BNPT (Boy Rafli Amar) bersama Gubernur Sumatera Utara (Edy Rahmayadi) dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOPIMDA) Provinsi Sumatera Utara bertempat di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara, Jalan Jenderal Sudirman.(Selasa/01 Desember 2020).
Materi yang di angkat dalam dialog terkait dengan radikalisme yang merupakan paham yang bersifat memaksakan kehendaknya, apalagi menggunakan kekerasan. Orang yang melakukan teror dan kekerasan adalah orang yang tidak bertanggung jawab. Menurut Edy, radikalisme dapat ditangkal jika semua pihak mengimplementasikan empat konsensus dasar Negara Indonesia, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Radikalisme adalah sikap ekstrem dalam sebuah aliran. Dia suka memaksakan kehendak yang ada dalam pikirannya. Namun jangan salah artikan dengan orang yang kritis langsung dikatakan radikal. Selama masih di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berazaskan Pancasila sah-sah saja,” ungkap Edy.
Edy juga menyampaikan tugas anak bangsa saat ini adalah mengisi kemerdekaan. Dengan cara berkontribusi membesarkan dan membangun daerah. Dengan demikian, cita-cita para pendahulu yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dapat terwujud.
“Mari kita isi kemerdekaan ini, sehingga terwujud cita-cita para pendiri bangsa kita, salah satunya rakyat makmur dan sejahtera,” sambung Edy.
Terkait para mantan Narapidana Teroris (NAPITER) sudah tobat dan banyak melakukan hal-hal positif, Edy sangat mengapresiasi serta mengharapkan mereka tidak lagi kembali seperti di masa lalu.
Boy Rafli Amar, meminta para pemegang kebijakan agar senantiasa memberi edukasi kepada segenap pengguna media sosial di daerahnya. Karena, menurutnya, salah satu sumber penyebab menyebarnya paham radikalisme intoleran adalah media sosial. “Di media sosial banyak sekali informasi yang mengarah atau bersifat hoaks dan ujaran kebencian. Agar terbangun sifat peradaban yang lebih baik di dunia maya, kami mohon kepada pemegang kebijakan membantu edukasi kepada pengguna media sosial,” kata Boy.
Turut hadir salah satu mantan narapidana teroris asal Sumatera Utara, yakni Toni Togar. Menjalani hukuman selama 12,5 tahun dan sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, Toni membuka usaha produksi sabun cair agar mandiri serta bisa kembali membaur dengan masyarakat. (Humas/FM)