Medan – Kepala Bidang Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara, Bintang Napitupulu saat menerima audiensi KontraS di Ruang Saharjo Kantor Wilayah menyebutkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ditegaskan bahwa penetapan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat didasarkan rekomendasi Panitia Masyarakat Hukum Adat dengan Keputusan Kepala Daerah, Senin (10/7).
“Masyarakat Hukum Adat sebelum mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan serta hak-haknya terlebih dahulu dilakukan proses pengakuan yang merupakan bentuk legalitas formal. Proses pengakuan dilakukan oleh suatu kepanitiaan yang akan melakukan identifikasi, verifikasi dan validasi terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat di suatu wilayah berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan. Legalitasnya kemudian akan ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah,” kata Bintang didampingi Kepala Bidang HAM Flora Nainggolan, Kepala Subbidang Fasilitasi Pembentukan Produk Hukum Daerah Eka N.A.M Sihombing, Kepala Subbidang Pemajuan Hak Asasi Manusia Desni Prianty Eff Manik dan Yuli Rosdiana Sitorus, Perancang Perundang-Undangan Madya.
Secara legal konstitusional, pengakuan terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat telah dinyatakan dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu dalam Pasal 18B ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur Pengakuan, Penghargaan dan Perlindungan terhadap Kesatuan-Kesatuan Masyarakat Adat 19 dalam undang-undang”.
Terdapat problematika ketika Masyarakat Hukum Adat menempati beberapa wilayah sehingga harus ada Keputusan Bersama Kepala Daerah yang menetapkan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Kepada Koordinator KontraS, Rahmat Muhammad dan tim disampaikan, meski saat ini telah dibentuk Peraturan Daerah terkait Masyarakat Hukum Adat, namun peraturan ini masih sangat umum sehingga tidak banyak membantu terkait pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sementara, RUU Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat saat ini masih dalam pembahasan.
(humas/sowat)