Medan – Adanya kecenderungan perkawinan antara sesama pengungsi dan pengungsi dengan Warga Negara Indonesia menjadi perhatian penting. Untuk itu Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara (Kemenkumham Sumut) bersama Rumah Detensi Imigrasi Medan dan International Organization for Migration Indonesia (IOM) perwakilan Medan melakukan diskusi virtual yang diselenggarakan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Medan membahasa tentang dampak perkawinan campur dengan pengungsi, Kamis (16/9/2021).
“Hajat pernikahan campuran memiliki dampak jangka panjang. Dalam hal ini ada beberapa hal yang masih perlu didiskusikan secara mendalam yang melibatkan stakeholder dari pemerintah daerah untuk mensosialisasikan bahwa pernikahan itu akan berdampak pada status hukum. Baik pada pernikahannya maupun pada anak nantinya,” terang Anggiat di ruang kerjanya.
Sebagaimana diatur dalam Undang -undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan yang sah harus memiliki dokumen pendukung antara lain buku nikah dari KUA atau dokumen akte nikah dari pencatatan sipil sementara yang lainnya itu masih belum dipandang sebagai dokumen legal pernikahan. Hal ini berdampak pada tidak adanya akibat hukum yang timbul dari pernikahan tersebut, baik terhadap perkawinannya maupun terhadap status anak dari pernikahan tersebut nantinya.
Anggiat berharap persoalan perkawinan yang melibatkan pengungsi ini dapat ditangani dengan serius dan seluruh stakeholder terkait dapat bekerja bersama dalam menyebarluaskan informasi kepada seluruh penduduk baik kepada WNI terlebih kepada orang asing yang berada di Indonesia. (HUMAS/sowat)