Medan- Pembimbing Kemasyarakatan (PK) adalah ujung tombak dalam sistem peradilan pidana di Indonesia terutama dalam SPPA sesuai amanah UU NO 11 Tahun 2012 terkait SPPA. Sehingga Pembimbing Kemasyarakatan diharapkan dapat bekerja secara optimal. Hal ini disampaikan Kepala Kantor Wilayah Dewa Putu Gede didampingi Kepala Divisi Pemasyarakatan Mhd. Jahari Sitepu kepada para JFT Pembimbing Kemasyarakatan di Aula Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Medan, (Senin, 14 oktober 2019)
Dalam arahannya Dewa Putu Gede menyampaikan bahwa peran Pembimbing Kemasyarakatan sebagai ujung tombak dari pemasyarakatan yang berfungsi pada proses peradilan sejak tahap pra ajudikasi, yaitu proses dan tahap dalam peradilan pidana yang meliputi penyelesaian perkara di lingkup penyelidikan, penyidikan dan pra penuntutan. Ajudikasi yaitu Proses dan tahap pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap di Lembaga Pemasyarakatan (Pembinaan didalam hukum tembok) dan BAPAS (pembinaan diluar tembok berupa Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Bebas bersyarat hingga masa hukuman tersebut selesai dilaksanakan), serta aftercare (tahapan bimbingan lanjutan) yaitu proses integrasi yang dimulai ketika klien pemasyarakatan telah selesai menjalani seluruh masa hukuman berdasarkan kebutuhan klien pemasyarakatan.
Peran Pembimbing Kemasyarakatan yang melaksanakan bimbingan kemasyarakatan memiliki nilai yang sangat strategis didalam hukum kita. Terlebih lagi arah kebijakan pemidanaan dengan prinsip Restorative Justice, akan membutuhkan rekomendasi yang disusun oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan.
"Dengan kata lain tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam menangani klien Pemasyarakatan mulai dari penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, pengawasan dan sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) membutuhkan penguasaan kompetensi dan profesionalisme", pesan Dewa Putu Gede dalam mengakhiri arahannya. (Humas Kanwil)